hhhhhh..... setelah mengalami suasana yg agak 'rame'
(kirain ibu2 tk aja yg suka beradu argumen, bapak bapak juga ternyata)
jadi juga makan banana split di Ice Cream Ragusa eh, salah, maksudnya,
manggung di Newseum Cafe, tgl 8 Agustus 2009, digelar juga...
pembacaan puisi oleh Mas Ramdandan Abel pun ikut bernyanyimana tahan gak ikut nyanyi...dan beneran naik ke panggung...tanpa latihan...
3 bulan lagi mo kumpul disini, dan saya sangat setuju
mo nyobain spaghetti ice cream nya Ragusa ama mpek mpek yg baru dibuka di sebelahnya...
he he he....
narcis.commo nyobain spaghetti ice cream nya Ragusa ama mpek mpek yg baru dibuka di sebelahnya...
he he he....
tulisan suami tercinta di fesbuk....
Dari Newscafe Malam itu
Ririungan LKers hari Sabtu, 8 Agustus kemarin di Newseum Café memang lain dari biasanya. Banyak hal tak terduga terjadi sebelum, selama, dan sesudah konser. Ada yang menggembirakan, ada juga yang kurang mengenakan untuk didengar. Mas Henry Ismono yang sudah menyiapkan puisi Sutardji untuk dibacakan dan lagu Balada Sejuta Wajah Godbless gagal hadir ditengah-tengah kami karena ada tugas mendadak, di luar kota pula. Yang katanya ada Noordin M Top di Temanggung juga memaksa Mas Bagus Indahono, salah satu fotografer andalan LKers, harus meliput kesana. Tapi saya yakin, keduanya dan beberapa LKers nun jauh disana seperti Mas Dwi, Kang Odeng, Mba Suli, Mas Donny, hatinya tetap hadir dalam acara tersebut.
Ada pemandangan lain yang juga tidak biasa selama acara. Mas Henry Widjaya yang tidak pernah absen membawa kamera, kali ini menunjukkan kelasnya dalam bernyanyi, bersaing ketat dengan Bang Abing, Ramdan, dan Pak Iim. Supaya lebih khusuk menonton, Mbak Dewi istri Mas BA juga tidak mau pegang kamera, sehingga jadilah putri mereka yang berperan sebagai juru kamera malam itu. Untung juga Pak Iim membawa fotografer khusus dari Plumpang, disamping Eyang Sinpo yang setia mengambil beberapa momen selama konser berlangsung. Hasilnya sudah bisa dilihat.
Malam itu benar-benar guyub. Dibuka oleh pengantar khas Mas Kef, “selamat malam Indonesia”, acara mengalir dengan tenang , teratur, dan menyenangkan. Ada acara potong tumpeng untuk merayakan 60 tahun Leo Kristi. Potongan pertama dilakukan oleh Mba Lita dan diberikan kepada Mas Amir. Momen makan malam yang langka selama pertunjukan LKers. Terima kasih kepada Mba Lita yang telah menyediakan tumpeng tersebut.
Formasi pemusik malam itu juga dapat dibilang super lengkap. Mas Aries dengan gitar hitam barunya membawa serta Abel untuk bernyanyi khusus di lagu Catur Paramita. Mba Tanti dan Mba Linda yang berpakaian “langit makin merah hitam “ mendapat kesempatan bernyanyi ditemani penyanyi aslinya. Sayang Mba Jilly tak bisa hadir (mungkin sedang ngomel-ngomel di Belanda karena Mas BA buat acaranya pas dia gak ada). Mas Gam tetap tampil layaknya seorang Begawan, walaupun tanpa alas kaki karena sepatunya terselip diantara tempat gitar dan perlengkapan lainnya. Mas Sena, satu-satunya yang boleh duduk selama konser di panggung, seperti biasa selalu khusuk memukul alat perkusi bawaannya. Mas BA sendiri malam itu tampil dengan bandana barunya dengan motif merah hitam. Tahap awal mengkoleksi motor besar seperti Mas Tri adalah mengkoleksi ikat kepalanya dulu.
Acara inti yaitu nyanyi bersama, dibuka dengan lagu Pohon Kemesraan. Seperti biasa, semua yang hadir tak kuat menahan diri untuk bernyanyi. Apalagi ketika Ramdan Malik memprovokasi dengan “Nemocapa”. Jadilah seruangan itu bernyanyi, “siapa bilang tidak kurindu, kurindi juga tetapi jauh”. Pak Iim pun tak bisa menahan diri untuk memeriahkan suasana panggung lewat tembang andalannya, “di atas bukit utara semalam, malam larut tenggelam jauh”. Tak mau kalah dengan Pak Iim, Bang Abing menambah kegembiraan malam itu dengan bernyanyi bersama di atas panggung, kali ini dua mic sekaligus. Mas Budhi Kurniawan menggenapkan penampilan mereka dengan bertrio di banyak lagu. Di bawah panggung, penonton juga tidak mau ketinggalan. Mas Taufik Rahzen, tanpa sadar juga bertepuk tangan dan sesekali bernyanyi sambil membaca teks syair, terutama di lagu Gulagalugu dan Salam dari Desa. Mas Aryo dan Mas Totot, walaupun masih malu-malu naik ke atas panggung, lebih semangat bernyanyi sambil duduk dan bertepuk tangan. Beberapa teman lain yang baru kenal di FB juga hadir. Ada Mas Tono atau Denmpoer HP yang hadir setelah seharian bersepeda. Ada juga Sisie, suami dan orang tuanya yang ternyata kenal juga dengan Pak Iim karena pernah satu SMA walaupun beda angkatan. Gerombolannya Mas Amir juga ikut memeriahkan suasana malam itu. Para istri LKers yang hadir saat itu hanya istri saya, Mba Yeti (istri Mas Sena), dan Mba Dewi (istri Mas BA). Mba Wiwid (istri Mas Gam) dan Mba Norma (istri Mas Aries) terpaksa absen malam itu karena ada acara lain. LKers wanita lain yang tidak pernah absen dan hadir juga malam itu adalah Mba Lies beserta keluarga besar Mba Tanti. Banyak lagi LKers lain yang hadir tapi saya lupa namanya dan lupa tuliskan disini.
Yang cukup mengejutkan juga adalah penampilan teman dari Batam dan grup musik beraliran Reggae yang menyanyikan lagu Gulagalugu dengan versi mereka. Enak untuk didengar. Puisi Ramdan Malik tentang Catatan Cinta Selama 33 Tahun yang terinspirasi oleh tokoh wanita dalam beberapa lagu LK juga ikut dibacakan. Sebagian besar rencana acara, urutan lagu, dan sebagainya hampir sesuai dengan yang ditulis walaupun beberapa juga meleset. Bang Abing belum sempat menyanyikan Starry Starry Night didepan kami semua. Nyanyian Musim dan Sayur Asam Kacang Panjang juga tak sempat dibawakan. Malam itu rasanya cukup sempurna, terutama juga atas kebaikan beberapa LKers yang membawa makanan kecil dan makanan besar. Terima kasih untuk Bang Abing yang membawa oleh-oleh khusus dari Bangka, Mba Lita dengan tumpengnya, Mba Tanti sekeluarga dengan minuman dan kue yang enak itu.
Sulit sekali menggambarkan kegembiraan malam itu baik dengan foto maupun kata-kata. Tapi saya bahagia bisa berada di tengah-tengah kegembiraan itu. Lelah secara fisik memang, tapi hati bisa puas. Malam itu ditutup dengan mengantarkan Mas Gam ke tempat travel karena provokasi saya tidak berhasil untuk memaksa beliau menginap.
Terima kasih semuanya.
“bukan karena yang merah
“bukan karena yang putih
“kuberdiri disini
“bernyanyi, berdoa, bagai tahun-tahun lalu
“rindu kabar keluarga, saudara
Rezz